Thursday, January 25, 2018

Kisah I Gusti Gede Pasekan

Dikisahkan pada zaman dahulu hiduplah seorang raja yang memerintah Kerajaan Klungkung. Sri Sagening nama sang raja itu.Ia mempunyai banyak istri. Istri terakhirnya bernama Ni Luh Pasek. Ketika Ni Luh Pasek mengandung, ia disingkirkan secara halus oleh Sri Sagening. Suaminya itu menikahkannya dengan Kyai Jelantik Bogol. Tak terkirakan kecewanya Ni Luh Pasek mendapati perlakuan buruk suaminya itu. Ia hanya bisa menerima kenyataan yang sangat mengesalkan hatinya itu. Secercah keberuntungan masih didapatkan Ni Luh Pasek, karena Kyai Jelantik Bogol mencintai dan menyayanginya sepenuh hati. Ni Luh Pasek pun akhirnya dapat menerima kenyataan yang harus dihadapinya. Bahkan, ia dapat hidup berbahagia dengan suaminya itu. Hingga ketika waktu melahirkan baginya tiba, Ni Luh Pasek melahirkan seorang bayi lelaki. Sehat dan tidak kurang suatu apapun juga bayi lelaki itu. Diberinya nama I Gusti Gede Pasekan untuk bayi Ielakinya itu. Kian berbahagia hati Ni Luh Pasek karena suaminya benar-benar mencintai dan menyayangi I Gusti Gede Pasekan laksana cinta dan kasih sayangnya kepada anak kandungnya sendiri. I Gusti Gede Pasekan tumbuh menjadi anak yang sehat, kuat, dan cerdas. Baik pula perilaku dan budi pekertinya. Semakin bertambah usianya semakin terlihat bakat dan kemampuannya dalam memimpin. Kewibawaannya terpancar keluar. Dikenal sakti pula dirinya.Ia sepertinya ditakdirkan Sang Hyang Dewata Agung selaku pemimpin. Dengan semua kelebihan yang terdapat padanya, orang-orang pun rnencintai dan menghormati I Gusti Gede Pasekan. Ketika I Gusti Gede Pasekan berusia dua puluh tahun, Kyai Jelantik Bogol memerintahkannya untuk pergi ke Den Bukit di daerah Panji. "Daerah itu adalah tempat kelahiran ibumu. Pergilah ke sana bersama ibumu. Semoga Sang Hyang Dewata Agung senantiasa melindungi kalian dan memberi kalian keselamatan:' I Gusti Gede Pasekan segera berangkat memenuhi perintah ayah tirinya. Empat puluh pengawal turut serta dengannya. Mereka dipimpin Ki Dumpiung dan Ki Kadosot. I Gusti Gede Pasekan juga membawa dua pusaka pemberian Kyai Jelantik Bogol, yaitu tombak Ki Tunjung Tutur dan keris Ki Baru Semang. Setelah melakukan perjalanan selama empat hari, tibalah mereka di daerah Batu Menyan. Mereka pun berniat bermalam di tempat itu. Meski Ki Dumpiung dan Ki Kadosot telah memberikan pengawalan sebaik mungkin, tetap tak mampu mereka menjaga agar tidak terjadi penyusupan. Sang penyusup adalah makhluk gaib penghuni hutan di daerah Batu Menyan itu. Si makhluk gaib menemui I Gusti Gede Pasekan dan mengajaknya terbang. Tanpa ragu-ragu I Gusti Gede Pasekan menuruti ajakan makhluk gaib itu. I Gusti Gede Pasekan merasa takjub ketika melihat pemandangan dari atas. Dilihatnya daratan dan lautan yang sangat indah, meski waktu itu masih malam hari. Ketika ia menatapkan pandangannya ke arah timur dan barat laut, ia melihat pulau-pulau di kejauhan. Ketika melihat ke arah selatan, ia melihat sebuah gunung yang tinggi menjulang Iaksana paku bumi. Si makhluk gaib mengembalikan I Gusti Gede Pasekan ke tempatnya semula. Seketika makhluk gaib itu menghilang, I Gusti Gede Pasekan mendengar bisikan suara gaib, "Wilayah-wilayah yang engkau lihat tadi kelak akan menjadi wilayah kekuasaanmu." Meski masih terheran-heran, tak urung gembira juga hati I Gusti Gede Pasekan seandainya apa yang dibisikkan suara gaib itu menjadi kenyataan. Bukankah menguasai wilayah-wilayah yang amat luas itu berarti ia akan mendapatkan suatu kedudukan yang sangat mulia? Kejadian menggetarkan itu lantas diceritakan I Gusti Gede Pasekan kepada ibunya. Ni Luh Pasek turut merasa gembira pula. Ia turut mendoakan agar bisikan suara gaib itu benar-benar akan mewujud pada diri putranya itu. ia pun memberi nasihat, "Anakku, hendaknya engkau senantiasa berusaha sekuat kemampuanmu untuk mewujudkan apa yang menjadi keinginanmu." Rombongan itu pun meneruskan perjalanan mereka menuju Den Bukit di daerah Panji. Rintangan dan halangan yang mereka temui kian berat, jauh melebihi beratnya rintangan maupun halangan yang mereka temui hingga tiba di Batu Menyan. Namun, semua rintangan dan halangan itu berhasil mereka lewati. Tibalah mereka kemudian di daerah Panji dengan selamat. Mereka kemudian bermukim di tempat kelahiran Ni Luh Pasek itu. Syandan pada suatu hari sebuah perahu besar terdampar di pantai Panimbangan, tak jauh dari tempat tinggal I Gusti Gede Pasekan dan rombongannya. Perahu besar itu berasal dari Bugis. Nakhoda dan segenap awak kapal telah berusaha sekuat tenaga untuk membebaskan perahu mereka, namun tetap usaha mereka itu tidak menemui keberhasilan. Para nelayan di pantai Panimbangan telah pula turut berusaha membebaskan perahu yang terdampar itu, namun tetap juga perahu besar itu tidak bisa kembali ke laut. Di tengah rasa bingung dan hampir putus asa, nakhoda kapal didatangi Kepala Kampung. Kata sang Kepala Kampung, "Hanya ada seorang yang mampu membebaskan perahu Tuan yang kandas itu." "Siapa dia?" "I Gusti Gede Pasekan namanya;" jawab sang Kepala Kampung. "Ia pemuda sakti yang sangat berwibawa. Jika engkau meminta bantuan padanya, niscaya ia akan mampu mengatasi masalah besar yang tengah Tuan alami ini.” Nakhoda kapal segera menemui I Gusti Gede Pasekan. Ia meminta bantuan I Gusti Gede Pasekan dan berjanji akan memberikan sebagian muatan perahu kepada I Gusti Gede Pasekan jika perahu besar yang dikemudikannya itu dapat terbebas. "Baiklah," jawab I Gusti Gede Pasekan, "aku akan mencobanya." Bersama sang nakhoda kapal, I Gusti Gede Pasekan segera menuju pantai Panimbangan. Seketika tiba di pantai Panimbangan dan melihat kondisi perahu yang kandas itu, I Gusti Gede Pasekan lantas mengeluarkan dua senjata andalannya, tombak Ki Tunjung Tutur dan keris Ki Baru Semang. Tiba-tiba muncullah dua makhluk gaib yang luar biasa besar tubuhnya dari dalam dua senjata pemberian Kyai Jelantik Bogol tersebut. Keduanya hanya dapat dilihat I Gusti Gede Pasekan dan sama sekali tidak tampak pada pandangan orang-orang lainnya. I Gusti Gede Pasekan lantas memerintahkan dua makhluk gaib itu untuk menyeret perahu besar itu dari pantai Panimbangan. Dengan kekuatan gaibnya, kedua makhluk gaib itu menyeret dan membebaskan perahu dari kondisi kandasnya. Perahu pun kembali dapat ke taut lepas. Tak terkirakan keheranan dan keterkejutan orang-orang mendapati perahu yang kandas itu berhasil ditarik oleh sesuatu kekuatan yang tidak terlihat, sementara yang tampak pada mereka hanyalah I Gusti Gede Pasekan yang berdiri seraya menunjuk-nunjuk pada perahu. Nakhoda berikut seluruh awak kapal amat bergembira setelah mendapati perahu mereka dapat kembali ke laut. Sang nakhoda lantas memenuhi janjinya. Sebagian dari muatan perahu yang sangat berharga itu diberikan kepada I Gusti Gede Pasekan. Di antara benda-benda yang diberikan kepada I Gusti Gede Pasekan adalah dua buah gong besar. Dengan banyaknya barang-barang pemberian itu membuat I Gusti Gede Pasekan menjadi sosok yang kaya raya. Namanya kian disegani, terutama karena kesaktian dan kewibawaannya. Karena kekayaan dan juga kesaktiannya, orang-orang pun menggelari I Gusti Gede Pasekan dengan gelar I Gusti Panji Sakti. I Gusti Panji Sakti lantas mendirikan kerajaan di Den Bukit di daerah Panji tersebut. Orang-orang yang mendengar dan mengetahui kebaikan, kewibawaan, dan kesaktiannya datang berbondong-bondong ke daerah tersebut untuk menjadi rakyat kerajaannya. Rakyat di daerah-daerah lain juga menyatakan tunduk pada kekuasaan I Gusti Panji Sakti. Tak berapa lama kemudian wilayah kekuasaan I Gusti Panji Sakti telah meluas. Ibukota kerajaan itu kian dikenal meluas dengan nama Sukasada. Di sebelah utara Sukasada itulah I Gusti Panji Sakti mendirikan pusat pemerintahan kerajaannya yang diberinya nama Buleleng. Ada pun kerajaan baru itu lantas diberi nama Singaraja.

No comments:

Post a Comment

Budaya Bali yang sesungguhnya & Peristiwa sakralnya

Kita harus mengalami budaya Bali yang sesungguhnya dan acara sakralnya sekali dalam hidup mereka. Hari yang sunyi itu dirayakan setahun seka...