Thursday, January 25, 2018

Pura Pulaki

Berjarak sekira 53 kilometer di sebelah barat Kota Singaraja, pura ini kerap disinggahi umat Hindu Bali yang hendak bersembahyang saat kebetulan mereka lewat dari Gilimanuk menuju Singaraja atau sebaliknya. Selain berfungsi sebagai tempat ibadah kepada Sanghyang Widhi, Pura Pulaki juga menjadi tempat pemujaan bagi keagungan jiwa Sri Patni Kaniten yang telah mencapai moksa. Sri Patni Kaniten mencapai moksa berkat ajaran ilmu keparamarthan yang dapat dengan mudah ia pelajari dari Danghyang Nirartha. Karena mampu menguasai ilmu tersebut hingga mencapai moksa, Sri Patni Kaniten dipuja sebagai dewa dan dianggap sebagai Bhatari Dalem Ketut. Berdasarkan tinjauan sejarahnya, pendirian Pura Pulaki terkait juga dengan Pura Dalem Melanting dalam hal tirthayatra dari Danghyang Nirartha. Pendirian pura yang tergolong sebagai Pura Kahyangan Jagat dan Dang Kahyangan tersebut diperkirakan pada masa pemerintahan Raja Gelgel, Dalem Waturenggong (1460-1552 M). Selain itu, Pura Pulaki yang letaknya tidak bagitu jauh dengan Pura Melanting dianggap sebagai predana-purusa atau sebagai tempat pemujaan untuk memohon kemakmuran ekonomi. Tak jarang orang yang datang ke pura ini adalah pedagang atau pengusaha. Penyungsung pura ini terdiri atas 42 desa adat dan desa lainnya yang ada di Kecamatan Gerokgak dan Seririt. Pura Pulaki disebut-sebut sebagai pusat pura Melanting di Bali, dengan enam Pura Pesanaakannya, yaitu Pura Melanting, Pura Pegaluhan, Pura Pabean, Pura Kerta Kawat, Pura Taman, dan Pura Pemuteran. Keenam pura tersebut berada berdekatan dengan Pura Pulaki. Di Pura Pulaki yang teramat dijaga kesuciannya ini terdapat tempat yang tidak boleh sembarangan dimasuki bahkan oleh pemangku adat sekalipun. Tempat itu adalah pelinggih utama yang disebut dengan Utamaning Mandala. Demi menjaga kesuciannya, tempat ini harus bebas dari cakar atau injakan kaki. Hanya pada acara atau upacara khusus saja—misalnya upacara ngeteg linggih maka pelinggih utama tersebut boleh dimasuki. Pura ini juga dipercaya merupakan warisan zaman prasejarah dilihat dari tata letak dan struktur pura yang identik dengan bentuk bangunan sarana pemujaan masyarakat prasejarah. Dugaan ini diperkuat dengan ditemukannya beberapa alat perkakas yang terbuat dari batu berbentuk batu picisan, kapak dan lainnya pada 1987.

No comments:

Post a Comment

Budaya Bali yang sesungguhnya & Peristiwa sakralnya

Kita harus mengalami budaya Bali yang sesungguhnya dan acara sakralnya sekali dalam hidup mereka. Hari yang sunyi itu dirayakan setahun seka...